Pages

Saturday, May 12, 2012


Kontingen SLTP 6 Kota Bima Ikuti Lomba Ketangkasan Pramuka Tingkat NTB


LK 3 Pramuka Penggalang se-Kota Bima

KM Ngguwu Mbojo,- Siapa yang mengira, SLTP 6 Kota Bima memiliki siswa/i yang terampil dan tangkas. Potensi tersebut dibuktikannya dengan menjadi Duta dari Kota Bima untuk mengikuti Lomba Ketangkasan dan Keterampilan Pramuka tingkat Propinsi NTB di Mataram, 13 – 19 Mei 2012 ini.

Tidak mudah bagi SLTP 6 Kota Bima untuk mewakili Kota Bima, karena harus menyisikan puluhan kelompok dari berbagai SLTP/MTsN se-Kota Bima pada bulan Maret 2012 yang di Buper Gasu Lampe. “Ini merupakan kebanggaan tersendiri bagi SLTP 6 Kota Bima, mampu melengserkan puluhan regu lain pada seleksi tingkat Kota Bima beberapa waktu dan kini akan mewakili Kota Bima untuk berlaga pada Lomba ketangkasan tingkat NTB” Ungkap Harisah, S.Pd, Pembina Pramuka SLTP 6 Kota Bima saat ditemui dihalaman sekolah sesaat sebelum diberangkatkan tadi malam (11/5).

Sebagai Duta Pramuka Penggalang dari Kota Bima, SLTP 6 Kota Bima mengirimkan 8 anggota regu Putra dan 8 anggota regu Putri yang dikawal oleh 2 orang Pembina dan 1 orang ketua Kontingen dari Kwartir cabang (Kwarcab) Pramuka Kota Bima.

H. Ibrahim, Wakil Ketua Kwarcab Kota Bima memberikan apresiasi kepada SLTP 6 Kota Bima yang mampu menyisihkan banyak peserta dari SLTP lainnya dan sebagai wujud apresiasi tersebut, Kwarcab Kota Bima menanggung seluruh biaya keberangkatan dan kepulangan Kontingen Kota Bima. “Kwarcab Kota Bima menanggung seluruh biaya transportasi kontingen Kota Bima serta administrasi lainnya, sebagai bukti apresisasi Kwarcab Kota Bima dalam membangun kepedulian dan potensi gerakan Pramuka di Kota Bima” Ungkapnya diikuti oleh riuh tepuk tangan. (Liputan: Ahyar)

Sunday, April 29, 2012


Patu Lingi Ade 1 (Pantun Kerinduan 1)

17MEI
Pai wara dou malao ese wura
Kadidiku kafero ntara diweha kai oi  wunga rindi ai
Tiloaku maru sabala  ai mamore
Bakawaraku pahumu di lingga pohu
(Jika ada orang yang pergi ke bulan
Akan kutitip satu bintang tuk ku ambil air waktu gelap malam
Sepanjang malam mata tak terpejam
Mengingat wajahmu yang selalu terbayang )
Doro ma leme kulangga lima
Oi Madei lampakai ndai dua

Saturday, April 28, 2012


Bima Dalam Lintasan Sejarah


Dana Mbojo telah mengalami perjalanan  panjang dan jauh mengakar ke dalam Sejarah. Menurut Legenda sebagaimana termaktub dalam Kitab BO (Naskah Kuno Kerajaan dan Kesultanan Bima), kedatangan salah seorang musafir dan bangsawan Jawa yang bernama Sang Bima di Pulau Satonda merupakan cikal bakal keturunan Raja-Raja Bima dan menjadi permulaan masa pembabakan zaman pra sejarah di tanah ini.
Pada masa itu, wilayah Bima terbagi dalam kekuasaan pimpinan wilayah yang disebut Ncuhi. Nama para Ncuhi terilhami dari nama wilayah atau gugusan pegunungan yang dikuasainya. Ncuhi adalah seorang yang kharismatik tradisional, oleh karena itu seorang Ncuhi harus memiliki kesaktian, keahlian dan keterampilan yang lebih dari warga masyarakat lainnya. Sebagai pemimpin, Ncuhi dihormati dan disegani oleh seluruh masyarakatnya.

Hilangya Tradisi Wa'a Mama Dan Sarau


Dua tradisi tersebut kini sudah tidak dilakukan lagi dalam prosesi pernikahan adat masyarakat Bima-Dompu. Hal itu didasari perkembangan zaman yang menuntut aktifitas manusia yang lebih cepat dan praktis. Jika menengok ke masa lalu, prosesi ini merupakan salah satu rangkaian proses yang lebih mengeratkan tali silaturahmi antara komunitas masyarakat terutama keluarga calon mempelai pria dan wanita.


Pada masa lalu, guna meningkatkan hubungan baik antara keluarga, maka kedua keluarga terus meningkatkan kegiatan silaturahim. Kegiatan yang dilakukan oleh kedua keluarga tersebut dinamakan “Pita Nggahi” ( mengulang kata) dalam pengertian memepererat hubungan kekeluargaan antara kedua keluarga. Selama masa “ Sodi Angi”, pihak orang tua dan keluarga pemuda akan melakukan berbagai jenis upacara adat seperti Wa’a Mama (Pengantaran Sirih) dan Wa’a Sarau (Pengantaran Camping)

 Wa’a Mama (Mengantar Sirih)



Wa’a mama artinya mengantar atau membawa bahan untuk makan sirih (mama) seperti nahi ( sirih), u’a ( pinang), tambaku ( tembakau), tagambe dan afu mama ( kapur khusus untuk pemakan sirih). Dalam pelaksanaanya pihak orang tua pemuda bukan hanya mengantar bahan untuk makan sirih ( mama) tetapi juga membawa berbagai jenis makanan dan kue tradisional.

Upacara Wa’a mama dilaksanakan pada awal musim panen ( oru pako) dan  dilangsungkan pada malam bulan purnama. Dari pihak keluarga pemuda akan diwakili oleh ompu panati dan tokoh – tokoh adat bersama kaum ibu. Dari pihak keluarga gadis akan diwakili oleh Wa’i Panati didampingi keluarga gadis dan kaum ibu. Wa’i Panati adalah Tokoh Adat Perempuan yang dipandang mampu seperti Ompu Panati dalam hal berpantun dan bersyair atau yang dituakan dalam proses Wa’a Mama ini. Dalam proses ini juga terjadi saling berbalas pantun antara Ompu Panati dan Wa’i Panati.

Semua barang yang dibawa oleh keluarga pemuda akan dibagi – bagikan kepada Galara, Lebe dan keluarga serta kerabat. Ada juga yang dimakan oleh gadis bersama teman – teman ketika sedang memanen padi di sawah.

Tujuan utama dari upacara wa’a mama ialah :

Mempererat ikatan kekeluargaan antara keluarga.
Sebagai pemberitahuan kepada seluruh keluarga dan masyarakat, bahwa putra – putri mereka sudah resmi Sodi Angi ( bertunangan). Karena itu keduanya tidak boleh dipinang lagi.


 Wa’a Sarau (Pengantaran Camping)



Secara harfiah wa’a sarau artinya mengantar atau membawa sarau (Camping) yaitu sejenis topi tradisional Bima-Dompu yang dibuat dari anyaman bambu. Upacara wa’a sarau hampir sama dengan upacara wa’a mama. Dilaksanakan pada musim tanam( oru mura). Barang – barang yang diantar adalah sarau dan berbagai jenis kue tradisional dan umbi – umbian serta buah – buahan dari kebun pemuda.

Penggunaan barang – barang yang dibawa oleh keluarga pemuda sama  dengan penggunaan barang – barang yang dibawa pada upacara wa’a mama. Tujuanya pun sama yaitu untuk meningkatkan hubungan silaturahmi dan sebagai pemberitahuan kepada seluruh keluarga dan masyarakat, tentang pertunangan putra – putri mereka

Friday, April 27, 2012

TAMAN RIA KOTA BOMA


pawai budaya
PAWAI BUDAYA
HARLA PMII





DORO SANGIA



Sejarah kawasan
Cagar Alam Pulau Sangiang ditunjuk berdasarkan SK Menhutbun No. 418/Kpts-II/1999 tanggal 15 Juni 1999 dengan luas 7.492,75 Ha. Secara astronomis terletak diantara 119o15’ – 119o40’ BT dan 8o5’ – 8o30’ LS. Secara administratif kawasan Cagar Alam Pulau Sangiang terletak di Kecamatan Wera Kabupaten Bima Propinsi Nusa Tenggara Barat.
Kawasan ini dibatasi oleh Laut Flores di sebelah utara, di sebelah selatan dibatasi dengan Laut Indonesia, di sebelah timur dengan Laut Sape dan di sebelah barat dengan Kabupaten Dompu.

Profil
Gunung api sangiang api (1986 MDPL) adalah suatu pulau gunung api yang terletak di bagian timur laut pulau Sumbawa yang memiliki luas +/- 215 km2 dan termasuk dalam wilayah desa sangeang, kecamatan wera, kabupaten bima, nusa tenggara barat. Secara geografis berada pada 80 11’ LS dan 1190 3,5’ BT.
Untuk menuju lokasi gunung sangeang api dari mataram dapat dicapai dengan menggunakan perjalaan darat dan pesawat udara, Perjalanan Darat dari Mataram sampai dengan Bima menelan waktu selama ±12 Jam perjalanan, kemudian dilanjutkan dengan kendaraan roda empat menuju desa sangeang api dalam waktu 3 jam, perjalanan dilanjutkan dengan menyeberabngi selat dari sangeang darat ke sangenag pulau menuju sori fanda yang letaknya di bagian selatan pulau sangiang dengan menggunakan perahu motor selama 2 jam. Untuk menuju puncak gunug api sangiang api harus ditempuh dengan berjalan kaki, diantaranya dari arah selatan dimulai dari Sori Fanda menyusuri Sungai Kering Bekas Aliran Lahar, kemudian keluar melalui Jalur Ilalang dan Punggungan yang di tumbuhi puluhan pohon sejenis Flamboyan, dengan waktu tempuh selama ± 9 Jam,  kemudian dilanjutkan dengan menyusuri parit kecil dan bekas aliran lahar dengan kondisi medan yang berpasir dan berkerikil menuju lembah antara Puncak sangiang Api dan Puncak Doro Ma ntoi. Lokasi pendakian menuju puncak sangiang Api dimulai dilembah ini dengan melewati padang Ilalang dan pasir halus serta bebatuan yang mudah Longsor, untuk mencapai Puncak Sangiang Api, Pendaki harus berjalan di atas bibir kawah kemudian turun ke Lembah Kawah mati dan dilanjutkan dengan pendakian menuju PUNCAK Sangiang Api dari arah utara Bibir kawah.

Topografi
Kondisi topografi merupakan daerah ± 90% bergelombang dan berbukit-bukit hingga bergunung-gunung dengan puncak tertinggi adalah Gunung Sangiang (1986 MDPL). Kondisi geologi terdiri dari tanah berdebu dan ditumbuhi oleh vegetasi yang lebat. Di dalam kawasan terdapat dua buah sungai yang mengalir sepanjang tahun yaitu sungai Sori Sola dan Sori Feto dan ada sumber-sumber air dekat dengan pantai.


Iklim
Berdasarkan klasifikasi iklim dari Schmidt-Ferguson kawasan Cagar Alam Pulau Sangiang bertipe iklim E. Jumlah curah hujan 283 mm dengan jumlah hari hujan 18 hari.

Sejarah Letusan

Berikut catatan letusan yang pernah terjadi :

DOU MBOJO ATU DOU BIMA KAH KITA?
(Menjawab tulisan : Asal Usul Masyarakat Bima)
Oleh : R a n g g a
          (kodinator BABUJU)
Kefatalan generasi adalah ketika sejarah ditoreh secara tidak gamblang dan disadur dengan tidak apa adanya. Lebih ironi lagi ketika sejarah tersebut diungkap secara tidak transparan dan ditutup-tutupi keberadaannya. Dana Mbojo memiliki sejarah yang panjang, dikenal sejak jaman Naka hingga jaman Modern saat ini. Namun banyak catatan naskan kuno Dana Mbojo yang terbengkalai dimana-mana. Ada yang ditemukan di Belanda, di Makassar, di Reo serta ada pula yang ditemukan di Singapura dan Afrika. Dari naskah kuno serta artifak sejarah yang ditemukan, dilakukanlah perangkaian catatan sejarah Dana Mbojo dari A sampai Z. namun memang perlu permaklumatan apabila ditengah rangkaian tersebut terjadi miss antara cerita B ke C dan sebagainya. Namun sangat tidak pantas dan merupakan kejahatan turun temurun apabila rangkaian sejarah diendap demi pelanggengan kekuasaan semu.
Seperti tulisan kanda Zainuddin tentang Asal Usul Masyarakat Bima pada kolom Artikel dan Opini pada website ini beberapa waktu lalu. Dari beberapa tulisan tersebut menyatakan bahwa ` Dou Mbojo asli adalah Dou Doro (orang pegunungan), sedangkan orang pesisir adalah pendatang’. Pada tulisan tersebut juga menyatakan bahwa Dou Mbojo percaya dengan Ncuhi yang berasal dari makakimbi-makakamba (mistik). Kemudian percaya dengan adanya `Parafu’ yang merupakan simbolitas ke-Tuhan-an yang bisa datang melalui Batu, Pohon, Gunung, Laut dan sebagainya. Sehingga muncul lah kepercayaan animisme ditengah Dou Mbojo. Terima kasih kepada kanda Zainuddin, karena melalui tulisan kanda saya terinspirasi untuk menyusun tulisan sederhana dihadapan pembaca ini.
Dari tulisan ini saya mengawali dengan ungkapan `protes’ atas beberapa buku sejarah Bima, lebih-lebih terhadap Buku BO’ Sangaji Kai yang ditulis oleh Henri Chambert-Loir dan Siti Maryam R. Salahuddin. Sebab buku BO’ Sangaji Kai tidak mengungkap sejarah Bima dengan jelas dan atau tidak mengungkap keterkaitan berbagai hubungan Sejarah Dana Mbojo yang lainnya. Saya telah lima kali menamatkan Buku BO’ Sangaji Kai hanya untuk mencari catatan tentang Kudeta ataupun peristiwa pahit yang terjadi ditengah kerajaan Bima. Misalnya Kudeta yang dilakukan oleh Jeneli Sape yang hanya diungkapkan melalui pertanyaan oleh Gubernur Belanda di Makassar pada tahun 1792 kepada Sultan Abdul Hamid. Dari pertanyaan tersebut tidak ada jawaban maupun cerita lebih lanjut dalam buku BO’ Sangaji Kai maupun Buku-buku sejarah lainnya.